Bimtek Paser Hari ke-2: Bappeda Penentu Kualitas Pembangunan
Kabupaten Paser memiliki potensi alam yang kaya seperti batubara, batu alam dan perkebunan kelapa sawit. Beberapa perusahaan besar dalam sektor pertambangan dan perkebunan dapat dijumpai di kabupaten yang masuk ke dalam Provinsi Kalimantan Timur ini. Bahkan, salah satu perusahaan tambang batubara multinasional sudah beroperasi di Paser sejak tahun 1993. Kekayaan sumberdaya alam bisa menjadi keuntungan suatu daerah karena dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), tetapi ketergantungan daerah pada sektor hulu dan industri ekstraktif bisa juga menjadi bumerang bagi daerah tersebut. Pemerintah Daerah (Pemda) harus memahami ironi tersebut dan dituntut untuk memiliki antisipasi yang matang. Langkah visioner perlu segera dilakukan agar kelak pemerintah daerah siap menghadapi masa transisi pasca tambang yaitu ketika perusahaan-perusahaan pertambangan telah selesai beroperasi dan PAD tidak lagi bisa mengandalkan sektor tambang.
Badan Perencana Pembangunan Daerah (Bappeda) adalah ujung tombak pemerintahan daerah. Baik atau buruknya kualitas pemerintahan suatu daerah bisa dikatakan sangat dipengaruhi oleh kinerja Bappedanya. Sama halnya dengan Kabupaten Paser, Bappeda perlu terus meningkatkan kapasitas dalam perencanaan pembangunan terutama untuk merealisasikan visi Pemerintah provinsi Kalimantan Timur yang akan mengubah kerangka pembangunan berbasis sektor ekstraktif menuju pembangunan yang lebih sustainable (berkelanjutan). Untuk mengubah paradigma hulu ke hilir membutuhkan kemauan dan kapasitas yang kuat dari Pemda, dan dalam hal ini Bappeda memiliki peran yang signifikan. Gagasan tersebut mengemuka di dalam diskusi kelas hari kedua Bintek Penyusunan Renstra dan Anggaran Bappeda Paser di Yogyakarta, dengan pemateri Dr. Gabriel Lele, dosen FISIPOL UGM. Kegiatan hari kedua diisi dengan ceramah dan diskusi interaktif dengan pemateri dari Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan (PSEKP) UGM dan FISIPOL UGM.
Dalam paparannya, Gabriel juga menyampaikan pentingnya peran Bappeda yang mengemban fungsi koordinatif. Selama ini, pelaksanaan pembangunan di daerah kerap terhambat oleh kurangnya koordinasi lintas sektoral atau munculnya ego sektoral. Dalam kasus tersebut, Bappeda menjadi penentu koordinasi antar SKPD. Perencanaan yang tertuang dalam dokumen perencanaan adalah salah satu medium efektif untuk memulai fungsi koordinasi. Selain itu, Bappeda harus memiliki kekuatan dan kompetensi yang baik untuk mengakomodir dan mengkoordinasikan program pembangunan lintas sektoral. Misalnya, untuk urusan pendidikan yang menuntut kerjasama beberapa SKPD, maka koordinasi dilakukan oleh Bappeda atau asisten sektor pendidikan. Leading sector harus didefinisikan dengan jelas pada awal perencanaan program yang artinya definisi tersebut sudah dijelaskan di dalam dokumen perencanaan.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!